Khansa' binti Khadzdzam Yang Bebas Memilih Suami

KISAH TELADAN
Sebagai seorang istri, Islam telah memposisikan wanita sebagaimana layaknya. Bersama-sama dengan suami, diajuga bertanggung jawab atas urusan rumah tangga. Bahkan, di luar urusan rumah tangga, seorang istri pun harus membantu suaminya.

Tidak benar jika Islam dianggap mengekang kebebasan kaum wanita. Bahkan sejak dini, Islam telah memberikan kebebasan kepada kaum wanita; kebebasan dalam menentukan calon suami, kebebasan berpendapat, dan sebagainya. Makanya, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Islam, dalam keadaan tertontu lebih mendengarkan pendapat kaum wanita daripada kaum laki-laki.

Bahkan, sampai ambang pintu perceraian, Islam masih menghormati kedudukan seorang wanita. Misalnya, jika seorang suami memutuskan hubungannya dengan istri nya (cerai) sebelum digauli (dijimat), suami harus membayar setengah mahar yang telah ditentukan. Namun, jika suami mencerai istrinya setelah digauli si suami harus membayar mahar itu secara utuh. Dan pada saat itu, si suami tidak bisa semena-mena dengan berkata, "Dari sisi keturunan dan kedudukan, dia (si istri) masih di bawahku."

Seorang wanita hendaknya harus memahami betul arti sebuah peikahan
yang seharusnya dibangun atas dasar cinta dan kasih sayang tanpa ada sedikit pun unsur penipuan atau paksaan. Oleh karena itu, seorang wali tidak berhak memaksa anaknya untuk mcnikah dengan orang yang tidak dicintainya. Atas dasar itulah, Rasulullah shallallahu 'alaihiwa sallam mengurungkan pernikahan Khansa' binti Khadzdzam al-Anshari yang dipaksa ayahnya untuk menikah dengan orang yang tak diinginkannya.

Khansa' binti Khadzdzam adalah keturunan Bani Amr bin Auf bin Aus. Ketika masih belia, ctia betemu Nabi shallallahu 'alaihi wa saliam pada saat datang ke Madinah (hijrah). Diajugameriwayatkan beberapa hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihiwa sallam.

Dia dilamar oleh dua orang, yakni pcrtama oleh Abu Lubabah bin Mundzir, salah seorang pahlawan pejuang dan sahabat Nabi, Kedua, seorang laki-laki dari Bani Amr bin Auf (kerabatnya)
. Khansa1 sendiri tertarik dengan Abu Lubabah, sedangkan ayahnya lebih tertarik dengan anak pamannya itu. Akhiya, dengan terpaksa Khansa' dinikahkan dengan anak pamannya itu. Khansa' segera menemui Rasulullah shallallahu 'alaihiwa saliam seraya berkata, "Sesungguhnya bapak saya telah memaksa saya untuk kawin dengan orang yang diinginkannya, sedangkan saya sendiri tidak mau."

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa saliam bersabda, "Tidak ada nikah dengannya, kawinlah engkau dengan orang yang kamu cintai."

Lalu dia kawin dengan Abu Lubabah.

Paraahli hadits saling berbeda pendapat tentang status Khansa’ saat perkawinan keduanya dengan Abu Lubabah. Sebuah riwayat dalam al-Muwaththa' dan ats-Tsauri menuturkan bahwa Khansa1 saat peikahan kedua masih perawan. Sedangkan, riwayat Bukhari dan Ibnu Sa'ad mengatakan bahwa saat peikahan kedua, diasudah janda karena Khansa' peah berkata kepada Rasulullah shallailu 'alaihi wa saliam. "Wahai Rasulullah, sesungguhnya paman anak saya fyaitu suami Khansa1 pertama) lebih suka kepada saya," lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa saliam menyerahkan urusan Khansa' sepenuhnya kepada dirinya.

Perkataan Khansa pada riwayat di atas yang mengatakan".
.. sesungguhnya paman anak saya..." mengindikasikan bahwa dia sudah mempunyai anak dari peikahannyayang pertama. Hal ini ditopang riwayat Syamsul A'immahas-Sarakhasyi dalam kitabnya, al-Mabsuth terdapat sebuah hadits Khansa1 binti Khadzdzam sebagai berikut.

Khansa’ berkata, "Sesungguhnya bapak saya memaksa saya untuk menikah dengan keponakannya.
"

Nabi shallallahu 'alaihi wa saliam berkata, "Laksanakan saja apa yang dimauibapakmu.
"

Dia (kembali) berkata, "Saya tidak suka dengan haltersebut.
"

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa saliam berkata, "(Kalau begitu) pergilah dan nikahlah kamu dengan orang yang kamu sukai."

Lebih lanjut Khansa’ menuturkan, “Saya tidak menolak apa yang dimaui oleh bapak saya, namun saya ingin agar orang-orang tahu bahwa bapak tidak boleh ikut campur dengan anaknya dalam masalah ini."

Riwayat di atas mengindikasikan bahwa Khansa' tidak langsung bercerai dengan suaminya, melainkan dia sempat tinggal beberapa waktu dengan suami pertamanya. Karena Khansa", seperti dituturkan oleh penulis al-Mabsuth, tetap melaksanakan apayang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihiwa saliam untuk tetap bersama suaminya (yang pertama).

Berbicara tentang Khansa', mengingatkan kita pada seorang sahabat wanita Rasul yang beama Barirah yang mempunyai kisah yang hampir sama dengan Khansa'.

Dia adalah seorang Habasyah (budak wanita berkulit hitam dari Ethiopia, red.). Tuannya beama Utbah bin Abu Lahab yang mengawinkannya dengan seorang budak dari Maghirah. Namun demikian, sebenaya Barirah tidak rela dijodohkan dengan budak tersebut seandainya dia berhak menolak. Hal itu diketahui oleh A'isyah maka dibelilah Barirah dan dibebaskannya. Setelah bebas, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya, "Kamu telah berhak atas dirimu makakamu bebas memilih."

Pada saat yang sama, sang suami yang ternyata membuntuti Barirah sambil menangis memelas kasihnya, namun Barirah tidak menghiraukannya. Melihat hal itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada para sahabatnya, "Tidakkah kalian takjub akan kebesaran cinta suaminya kepadanya meskipun istrinya begitu membencinya.
"

Kemudian beliau berkata kepada Barirah, "Takutlah kepada Allah, sesunguhnya dia adalah suaimu dan bapak dari anakmu."

Barirah berkata, "Apakah baginda 'Rasul menyuruh saya?"

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa saliam menjawab, "Saya cuma menyarankan saja."

Dia berkata, "Kalau begitu saya tidak ada kepentingan dengannya."
Berkaca dari kisah di atas, kita tidak boleh heran jika ditemukan seorang gadis menentang kesewenang-wenangan yang ia terima dari ayah maupun walinya. Karena, menyepelekan pendapat seorang anak dan menikahkannya dengan orang yang tidak sehati lantaran mengejar materi dan harta adalah tindakan yang tidak bisa dibenarkan.

Sekali lagi, hendaknya seorang ayah berpikir lebih jeih dalam hal ini karena kawin paksa sama halnya memikulkan beban penderitaan lahir-batin di pundak anak.

ANR (Dari buku Hepi Andi Bastoni, 101 Wanita Jeladan di Masa Rasulullah)

Comments

Popular posts from this blog

5 Unsur Penting Sales Letter

CONTOH MEKANISME PELAKSANAAN SUPPLIER AUDIT

Seperti Tong Kosong Berbunyi Nyaring... Itulah Minta Maaf Tak Disertai Tindakan